Terorisme dan Radikalisme dalam Tahapan Pemilu dan Dinamika Partai Diwaspadai BNPT


Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Prof Irfan Idris.

Tema : Hukum | Penulis : Agung Huma | Foto : Dokumen Istimewa | Pengunggah : Elisa Siti

"Akademisi, tokoh budaya, tokoh agama untuk membanjiri narasi kearifan lokal," __Terang Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Prof Irfan Idris.

SOLO- Menjelang pemilihan umum dan dinamika partai politik untuk diwaspadai narasi provokatif. Hal ini diungkapkan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Prof Irfan Idris. Ia mengajak masyarakat membanjiri dunia dengan narasi kearifan lokal.

"Akademisi, tokoh budaya, tokoh agama untuk membanjiri narasi kearifan lokal," terangnya.

Dalam hal ini yang mempersatukan, agar tidak mudah terpancing. Meksipun demikian, BNPT mengaku tidak mengurusi segala hal tentang partai. Namun menjadi waspada bisa saja kemungkinan radikalisme dan teroris lewat partai.

"Kalau mau berpartai hati-hati. Jangan satu simbol dikatakan paling benar," terangnya.

Berikut juga jangan merasa partainya paling benar dan fanatik. Apalagi pola terorisme tidak lagi menggunakan simbol. Namun menggunakan kalimat indah melalui media sosial. 

"Memang ada orang yang setiap hari kerjaannya membuat narasi-narasi yang indah dilihat dan dibaca. Tapi isinya berbahaya, tujuannya menghancurkan. Seolah-olah mempersatukan dan sesuai budaya tapi aslinya tidak," imbuhnya.

Di sisi lain, Idris menyebutkan ada beberapa pihak yang selalu membuat narasi perpecahan. Termasuk membuat narasi indah namun ternyata menghancurkan. Adanya tantangan pemecah persatuan saat ini tidak hanya secara nyata namun juga di dunia maya.

"Dulu offline, sekarang online. Tidak mengenal dimensi waktu dan tempat. Kita harus memiliki katalisator persatuan," tegasnya.

Tentang waspada dalam pemilu juga disampaikan Pelaksana Harian (PLH) Kepala Sub-Direktorat Kontra Naratif Direktorat Pencegahan Dentasemen Khusus Anti Teror Kepolisian Republik Indonesia (Densus 88), AKBP Mayndra Eka Wardhana. Sarananya media digital untuk penyebaran narasi radikalisme, ekstremisme, dan terorisme dengan berbagai tujuan. Kemudian unsur Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI inilah yang membentengi narasi- narasi ini. Bahkan mereka kamuflase mengikuti kendaraan partai dan demokrasi dengan tujuan mengganti ideologi Indonesia.

"Upaya, kamuflase mengikuti demokrasi untuk kendaraan. Karena tujuannya adalah ideologi itu pemikiran. Ini waspadai penyebarannya narasi tersebut," terangnya.

Apalagi pemilih muda dan baru inilah digunakan sarana mereka jauh-jauh hari. Perlu diketahui dua narasumber tersebut menyampaikannya usai Workshop Nasional. "Malaysia-Indonesia in Countering Radicalism, Extrimism and Terrorism Through Digital Medi," di Kota Solo, Rabu (27/09/2023). (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persis Solo Menang Dari Rans, Empat Kali Berturut-turut Berpeluang Menuju Empat Besar

PDI P Solo Cari Cawali Buka Penjaringan Untuk Umum Dan Berharap Tidak Jalan Pintas

Startegi Khusus Gibran Menarik Suara Pemilih Pilpres 2024