Bupati Sukoharjo Marahi Pemilik Tanah Karena Cagar Budaya Dibongkar san Usut Sertifikasi Tanah Pribadi di Komplek Keraton

Bupati Sukoharjo Etik Suryani naik pitam didepan pemilik tanah Baharudin saat di tembok Keraton Kartasura.

Tema : Hukum | Penulis : Agung Huma| Foto : Agung Huma | Pengunggah : Elisa Siti

"Saya sangat kecewa dan menyayangkan mengapa selaku warga setempat bisa melakukan tindakan itu," __Ungkap Bupati Sukarjo Etik Suryani, di lokasi.

SUKOHARJO- Kasus pengerusakan cagar budaya tembok bekas Keraton Kartasura membuat Bupati Sukarjo Etik Suryani marah. Ia bertemu dengan pemilik lahan Baharudin, Sabtu (23/04/2022) siang. 

"Saya sangat kecewa dan menyayangkan mengapa selaku warga setempat bisa melakukan tindakan itu," ungkapnya di lokasi.

Sebelum membongkar seharusnya pemilik lahan memperjelas status tembok tersebut terlebih dahulu. Apalagi alasan akan membuka bengkel juga belum ada ijinnya. Dan beberapa alasan yang diutarakan pemiliknya tidak relevan.

"Alasannya runggut (lebat) sebagai warga masyarakat kan bisa kerja bakti biar kelihatan enak," jelas dia.

Terlalu gegabah dalam membongkar serta beralasan buat jalan material. Dimana, ini bisa lewat jalan sebelah tembok yang terbuka. "Jadi jangan alasan alasan ora mutu. Dan itu merugikan orang lain," tegasnya usai meninjau lokasi di Kampung Krapyak Kulon, Kelurahan/Kecamatan Kartasura.

Yang membuatnya heran yakni status tanah yang ada di dalam tembok. Karena diatasnamakan secara pribadi. Sedangkan sepengetahuannya, tanah di dalam keraton tidak bisa disertifikatkan tapi hanya menempati atau harusnya mager sari.

"Nanti akan ditelusuri dulu asal usul serfikat itu. Harapan kami bisa diselesaikan sesuai aturan yang ada," papar dia.

Atas kejadian ini bukan sekedar hanya minta maaf karena kondisi tembok tidak bisa dikembalikan seperti semula. Bahkan bata tembok tidak mudah didapat. Mendapat ucapan bupati tadi, pemilik tanah Baharudin mengatakan belum tahu yang akan dilakukan.

"Dulu tembok sebelahnya ada yang dijebol. Pohon dari dalam keluar dahanya menghalangi jalan. Banyak warga yang mengeluh," tegasnya.

Dari dasar itulah ia membongkar tembok Keraton Kartasura. Hal ini juga dibenarkan keluarga dari pemilik bernama Bambang. Dia juga mengaku telah mendapat persetujuan dari ketua RT setempat. Untuk membongkar tembok dengan alasan menghabiskan banyak uang hasil iuran warga. 

"Ya, saya disuruh bongkar seluruhnya bukan hanya jebol lagi," katanya.

Setiap kali melakukan kerja bakti warga harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 300 ribu. Sementara Pemerintah Kabupaten tidak pernah sepeserpun mengeluarkan uang subsidi untuk perawatan.  Setahunya, ada Rp300 ratus ribu rupiah setiap menjelang 27 Agustus. 

"Lha ini kalau tidak dibersihkan pohon-pohon dan rerumputan itu bisa sampai jalan, ini udah kayak hutan," pungkasnya. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persis Solo Menang Dari Rans, Empat Kali Berturut-turut Berpeluang Menuju Empat Besar

PDI P Solo Cari Cawali Buka Penjaringan Untuk Umum Dan Berharap Tidak Jalan Pintas

Startegi Khusus Gibran Menarik Suara Pemilih Pilpres 2024