Trauma Kekerasan Ketika Tersangka Kecil, Berimbas Kepada Korban, Mau Berhenti Bila Ada Ibunya

Tersangka kakak beradik GSBH ditanya pertama polisi dan keduanya tersangka NFH.

Tema : Hukum | Penulis : Agung Huma | Foto : Agung Huma | Pengunggah : Elisa Siti

"Dulu sempat orang tua didik gituan. Dan masuk pondok seperti itu. Ya semua saya menyesal,pak," __Ucap tersangka GSBH (24).

SUKOHARJO- Kekerasan terhadap UF (7) membuat tersangkanya ada alasan mendasar. Salah satunya untuk memberi hukuman seperti yang biasa dialami kedua tersangka kakak beradik. Seperti yang menimpa tersangka GSBH (24) saat belajar di pondok pesantren dan hukuman dari ayahnya.

"Dulu sempat orang tua didik gituan. Dan masuk pondok seperti itu. Ya semua saya menyesal,pak," ucap GSBH.

Awalnya alat kayu dan seblak kasur yang disita hanya sebagai ancaman. Ia memperingatkan terlebih dahulu kepada korban. Karena beberapa kali uang jualan untuk kebutuhan hidup hilang sehingga korban diperingatkan. Hilangnya uang bila dikumpulkan bisa mencapai Rp 500 ribu.

"Dik, kalau kamu ngulang lagi kesalahan yang sama, ada aku tidak atau enggak. Tapi kalau seandainya aku tahu, jangan harap, untuk tidak dipukul," ucapnya.

Ucapan yang tidak diperhatikan akhirnya memilih menindak keras sebanyak 5 kali sejak februari. Dari memukul kepala korban, kaki korban, mengikat tali rafia dibawah tangga. Meskipun nangis disertai memukul pakai rotan dan pernah menonjok mulut korban hingga berdarah.

"Kalau ibu ada (ibu tersangka) dirumah, ya paling njewer atau mencubit," terang tersangka.

Pria beristri yang berprofesi karyawan cuci mobil merasa emosi kalau uang hilang. Padahal uang saku maupu jajan juga dikirim ibunya. Selama ini, warung ibunya dikelola bersama istrinya dan dibantu dua adiknya.

"Selama ini bapak lepas tangan setelah pisah sama ibu. Ibu kerja sebagi ART, kirim uang difokuskan buat UF dan adik satunya," terangnya.

Supaya mendapat bantuan bapaknya asalnya mau menuruti perintahnya. Bapaknya meminta dipuji dan dihormati sehingga ia harus lakukan demi adik adiknya. Dengan begitu akan bisa me cukupi hidup bersama sama tinggal di Dusun Blateran, Ngabeyan RT 1 RW 02 Kartasura, Sukoharjo. 

"Mendidik anak usia tujuh tahun seperti itu, secara hati nurani tidak saya inginkan. Perbuatan saya memang salah," jelasnya.

Mendapat perlakuan sama dalam mendidik dibenarkan oleh tersangka FNH (18). Seperti kakaknya, selain dipukul, FNH pernah diikat dipohon malam malam oleh bapaknya sewaktu kecil. Ia merasa menyesal karena pengalamannya justru menimpa adik sepupunya hingga meninggal setelah ditendangnya.

"Saya emosi. Sebelumya udah bilangi jangan pernah mengambil uang. Karena bohong, akhirnya kena hukuman," jelasnya.

Ia hanya melogika hilangnya uang di warung meskipun tidak pernah melihat dan tidak bisa membuktikan. Uang yang sudah dihitung cukup banyak dan dianggapnya hanya untuk jajan. Ia sendiri menjanjikan adiknya akan memberi uang jajan bila tidak lagi mengambil. 

"Adik (korban) gundul karena banyak kutu. Bukan dipukuli," pungkasnya.

Kapolres Sukoharjo AKBP Wahyu Nugroho mengatakan ada latarbelakang terjadi kekerasan. Pihaknya akan menyediakan tim psikologi dalam pemeriksaan. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persis Solo Menang Dari Rans, Empat Kali Berturut-turut Berpeluang Menuju Empat Besar

PDI P Solo Cari Cawali Buka Penjaringan Untuk Umum Dan Berharap Tidak Jalan Pintas

Startegi Khusus Gibran Menarik Suara Pemilih Pilpres 2024