Kasus Dugaan Perusakan Tembok Keraton Kartasura, Pemilik Lahan Membelinya Dengan Akta Sertifikat Hak Milik
Kuasa hukum pemilik lahan menunjukan salinan akta serifikat, Kamis (12/05/2022).
Tema : Hukum | Penulis : Agung Huma | Foto : Agung Huma | Pengunggah : Elisa Siti
"Sertifikat hak milik Itu atas nama saudara Lina Wiraswati yang tinggal di Lampung," __Kata pemilik lahan Burhanudin melalui kuasa hukumnya, Bambang Ary Wibowo, Kamis (12/05/2022).
SOLO- Lahan tempat tembok bekas pagar Karaton Kartasura dibeli dengan berbentuk sertifikat hak milik. Ini disampaikan pemilik lahan Burhanudin melalui kuasa hukumnya, Bambang Ary Wibowo. Jadi bukan membeli tanah cagar budaya yang diproses untuk sertifikat hak miliknya.
"Sertifikat hak milik Itu atas nama saudara Lina Wiraswati yang tinggal di Lampung," katanya, Kamis (12/05/2022).
Proses pembelian tanah itu pada 17 Februari 2022 lalu senilai Rp 850 juta. Dengan luasnya 682 meter persegi. Tapi itu dibayar sebesar Rp 400 juta. Selanjutnya, sisa akan diselesaikan bulan Oktober 2022 nanti secara bertahap.
"Posisi sertifikat saat ini ada di notaris, karena belum ada pelunasan," sambungnya.
Dengan begitu kliennnya atau Burhanudin tidak memegang sertifikat di wilayah itu. Atau di lahan wilayah Kampung Krapyak Kulon RT 02 RW 10 Kelurahan/Kecamatan Kartasura, Sukoharjo. Jadi, pengajuan IMB juga belum sekaligus membantah buat kost-kostan atau bengkel.
"Klien kami tidak tahu juga bagaimana pemilik sebelumnya bisa mendapatkan sertifikat," terangnya.
Bahkan bunyi sertifikat, ia menyebutkan hasil dari akta waris. Dan awalnya tanah itu dimiliki oleh tujuh orang dan tahun 2014 sertifikat keluar. Tahun 2015 kemudian sertifikat itu dipecah dengan akta waris.
"Jadi semua itu ada dasar hukumnya," ujarnya saat dikonfirmasi.
Kuasa Hukum pemilik lahan mengatakan dalam pemeriksaan ada tujuh pertanyaan yang diajukan. Dalam hal ini dimintai keterangan oleh Tim Kejaksaan Agung (Kejagung). Dan ini dilakukam Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo, Rabu (11/05/2022) kemarin.
"Kalau boleh membagi ada dua persoalan hukum ditanyakan. Pertama terkait bagaimana kepemilikan tanah, sedangkan yang kedua terkait bangunan cagar budaya (BCB)," terangnya. (*)
Komentar
Posting Komentar