Kalangan Pakar Hukum Menilai Presiden Memiliki Relasi Erat Dengan Parpol Secara Mekanisme UU

Tema : Hukum | Penulis : Agung Huma | Pengunggah : Elisa Siti

"Dalam perspektif UU Pemilu, sesungguhnya parpol mempunyai relasi yang sangat erat dengan capres (calon presiden)," __Jelas Pakar Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agus Riwanto.

SOLO- Seorang presiden adalah kader partai politik (parpol) sejak pencalonan. Bahkan sampai menjabat sebagai presiden. Hal ini disampaikan Pakar Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agus Riwanto.

"Dalam perspektif UU Pemilu, sesungguhnya parpol mempunyai relasi yang sangat erat dengan capres (calon presiden)," jelasnya.

Hal ini setelah pasca amandemen UUD 1945 telah mengubah mekanisme Pilpres. Bukan lagi dipilih oleh MPR RI akan tetapi dipilih langsung oleh Rakyat. Sebagaimana , telah dinyatakan dalam Pasal 6A ayat (1) UUD 1945.

"Selanjutnya UUD 1945 telah mengatur mekanisme pilpres harus melalui mekanisme parpol," ujarnya.

Selanjutnya aturan pasal 6A ayat (1) dan ayat (2) itu merupakan dasar eksistensi fundamental parpol dalam konstitusi. Agus menyampaikan ini dalam menanggapi perdebatan soal relasi parpol pengusung dan capres. Apalagi terkait relasi juga disampaikan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

"Pernyataan yang konstitusional dan sesuai dengan konteks ketatanegaraan Indonesia," ujarnya.

Selanjutnya menurut Agus, prosedur teknis Pilpres diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan PKPU No. 22 Tahun 2018. Disitu diterangkan syarat pencalonan secara tegas bahwa capres diusulkan dalam satu pasangan oleh parpol atau koalisi parpol. Dengan memiliki visi yang sama agar dapat memenuhi persyaratan ambang batas syarat pencalonan (Presidential Threshold) 20% perolehan kursi DPR.

"Atau 25% perolehan suara sah nasional pada pemilu sebelumnya," ucapnya, Sabtu (14/01/2023).

Dengan begitu penentuan capres, tambah dia, ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme parpol atau koalisi. Bahkan berhak melakukan kesepakatan dengan pengusung maupun pendukung yang tergabung dalam koalisi. Secara tertulis ditandatangai oleh pimpinan parpol di atas meterai yang cukup dan diserahkan kepada KPU. 

"Jika tak terpenuhi maka seseorang tak dapat mencalonkan diri sebagai capres," tegasnya.

Sementara itu, hal sama dikatakan Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Udayana Jimmy Z Usfunan. Dalam keterangan tertulis, pascareformasi UUD 1945 memberikan ruang andil yang besar bagi Partai Politik dalam penyelenggaraan negara. Diungkapkannya juga seorang warga negara ketika direkrut menjadi calon presiden dan wakil presiden oleh partai pengusung, maka secara sadar warga negara tersebut mengikatkan dirinya dalam komitmen perjuangan. Dalam hal ini melalui garis, asas, ciri, dan cita-cita parpol untuk kepentingan negara.

"Atas dasar itu, relasi antara presiden dan parpol pengusung tidak boleh terputus," ungkapnya.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (PUSHAN) Oce Madril mengatakan tentang agenda kepala negara. Menurutnya, memang sudah sewajarnya sejalan dengan karakter partai politik pengusung. Ia mencontohkan yang ada di Amerika Serikat, kalau kebijakan presidennya tidak akan jauh berbeda dari mazhab Partai Republik atau Demokrat

"Di Indonesia semestinya juga begitu. Konstitusi menegaskan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum. Sehingga, capres dan cawapres adalah bagian dari parpol," ujar saat ditemui di Solo. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persis Solo Menang Dari Rans, Empat Kali Berturut-turut Berpeluang Menuju Empat Besar

PDI P Solo Cari Cawali Buka Penjaringan Untuk Umum Dan Berharap Tidak Jalan Pintas

Startegi Khusus Gibran Menarik Suara Pemilih Pilpres 2024