LP3HI Cabut Gugatan Praperadilan Kasus Mafia Tanah


Ketua Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), Arif Sahudi sewaktu menunjukkan laporan.

Penulis : Agung Huma | Foto : Agung Huma

SOLO- Gugatan yang didaftarkan ke Pengadilan Negeri Kota Solo atas kasus mafia tanah dicabut. Hal ini dilakukan oleh LP3HI karena mendapat respon yang positif dari penyidik. Sedangkan ini disampaikan Ketua Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), Arif Sahudi saat dikonfimasi, Sabtu (29/1/2022).

"Penyidik dengan melakukan langkah - langkah menaikan proses dari penyelidikan menjadi penyidikan," ujarnya.

Pihaknya mendaftarkan pada tanggal 18 Januari 2022 di kepaniteraan Pengadilan Negeri Solo. Namun penyidik kepolisian melalui surat tgl 24 Januari 2022 kepada kliennya menyampaikan SPDP. Dan  sudah di kirim ke Jaksa Penuntut Umum, Kejaksaan Negeri Solo. 

"Oleh karenanya maksud dan tujuan permohonan praperadilan menjadi kehilangan obyek perkara sudah naik ke penyidikan," ujarnya.

Dengan begitu permohonan praperadikan tersebut pihaknya cabut melalui surat pada tgl 28 Januari 2022. Dalam hal ini untuk Yang Mulia Majelis Hakim Pemeriksaan perkara dan memohon agar di corek dari register perkara.

"Atas surat pencabutan tersebut juga kita tembuskan kepada Kapolres dan Kasat reskrim Polresta Surakarta," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan dari keterangan yang didapat dari korban Hesti, Arif menuturkan kasus ini bermula dimana pada awal tahun 2018. Waktu itu Hesti meminjam uang sebesar Rp10 juta kepada seseorang bernama Samyuda tanpa jaminan. Sebulan kemudian, Hesti kembali lagi meminjam uang dengan nominal yang sama. 

"Namun kali ini, pemberi hutang meminta jaminan sertifikat seluas 228 meter persegi. Tanahnya ini milik mertua Hesty," ungkap Arif.

Sekitar satu bulan selanjutnya, Hesty melunasi sekaligus menebus sertifikat. Hanya saja mendapat jawaban kalau sertifikat dibawa orang lain bernama Joko Eko Budi Prasetyo. Sekaligus diminta menemui orang ini dengan menyiapkan Rp 25 Juta.

"Janjian ketemuanya di salah satu Hotel di Solo. Namun saat Hesty datang membawa uang, Joko tidak ada di Hotel tersebut," papar Arif.

Kabar yang diterima sertifikat tersebut dijadikan tanggungan hutang oleh Joko di BPR Artha daya Jajar. Dimana berbekal SHM ini, Joko meminjam uang tunai sebesar Rp 250 juta di bank. Pelaku Joko ini berpura-pura meminta orang lain menjadi mertua Hesti dan melakukan tanda tangan palsu.

"Informasi yang di dapat diketahui saat sertifikat tersebut dilelang di LPKNL karena Joko tidak bisa melunasi hutang di bank. Mengetahui hal tersebut, Hesti melaporkan kejadian ini kepada pihak yang berwajib," ujarnya. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persis Solo Menang Dari Rans, Empat Kali Berturut-turut Berpeluang Menuju Empat Besar

PDI P Solo Cari Cawali Buka Penjaringan Untuk Umum Dan Berharap Tidak Jalan Pintas

Startegi Khusus Gibran Menarik Suara Pemilih Pilpres 2024