Pemerhati Budaya : Fenomena Adopsi Boneka Arwah, Sudah Ada Lama di Tanah Jawa Hingga Era Modern

Solo– Belakangan ini warganet dihebohkan sejumlah artis yang mengadopsi boneka arwah atau spirit doll sebagai anak mereka. Namun oleh pemerhati budaya Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drs. Tundjung Wahadi Sutirto bukanlah sesuatu yang baru. Ia telah melihat kabar yang dilakukan artis tersebut dengan memposting di media sosial.

"Masyarakat sejak lama memang sudah mempercayai boneka arwah. Dalam mitologi Jawa ada perilaku supranatural menggunakan media visual, seperti boneka, untuk berdialog dengan entitas arwah," ujarnya.

Ia menyebut seperti Jalangkung di tanah Jawa. Boneka ini terbuat dari gayung atau siwur atau alat untuk mandi. Alat ini yang terbuat dari bathok atau kulit kelapa sebagai kepala. Kemudian tangan terbuat dari kayu terpasang dengan horizontal dengan siwur.

"Kalau Jalangkung itu dipersonifikasikan sebagai figur laki-laki," ujarnya saat dikonfimasi, Selasa (03/01/2021).

Sedangkan boneka arwah yang personifikasinya sebagai perempuan disebut dengan Nini Thowok. Keberadaan ini menurut Tundjung terkait dengan mitologi Jawa dalam perkembangan animisme dan dinamisme. Dalam pustaka ia pahami kalau sejak zaman Mesolitikum sebagai kepercayaan terhadap kekuatan roh. 

"Hadirnya paham Hindu-Budha semakin memperkaya kepercayaan terhadap roh yang sebelumnya sudah ada. Terbangunlah harmonisasi dengan entitas roh," jelasnya.

Kemudian dilanjutkan dengan visualisasi diri orang dan boneka atau benda bertuah. Seperti halnya tradisi seni pertunjukkan yang banyak dijumpai dalam menghadirkan roh. "Dijumpai di Jawa seperti Jathilan, Sintren, Jaran Kepang dan sebagainya," kata Tundjung.

Bahkan bisa dilihat kisah pewayangan tokoh Bambang Ekalaya. Tokoh ini menciptakan patung Durna sebagai visualisasi guru yang mahir mengajarkan memanah. Dan hasilnya lebih unggul daripada Arjuna yang berguru kepada Durna secara biologis.Tundjung menerangkan, tidak ada momentum khusus yang merujuk pada kepopuleran boneka arwah.

"Namun penggunaan kekuatan spiritual dalam konteks historis perilaku sering kali muncul saat masa-masa krisis. Seperti, krisis ekonomi di Tahun 1929, muncul dan populer visualisasi makhluk halus yang disebut dengan Nyi Blorong," tandasnya.

Kemudian pada era revolusi Indonesia pasca kemerdekaan muncul banyak aliran kebatinan. Ini menjadi era suburnya kepercayaan terhadap kekuatan supranatural. Ia mengatakan boneka arwah dalam khasanah kebudayaan Jawa dijadikan media. Dalam hal ini untuk mengetahui hal-hal gaib yang berada di luar kemampuan kesadaran manusia.

"Jadi, konstruksinya hampir sama bahwa boneka arwah itu tetap ada dari dulu hingga sekarang. Era ontologi seperti saat ini tetapi faktanya era mistis masih selalu ada dan berkembang sesuai konteks zamannya," ujar Tundjung. (Agung Huma)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persis Solo Menang Dari Rans, Empat Kali Berturut-turut Berpeluang Menuju Empat Besar

PDI P Solo Cari Cawali Buka Penjaringan Untuk Umum Dan Berharap Tidak Jalan Pintas

Startegi Khusus Gibran Menarik Suara Pemilih Pilpres 2024